May 11, 2017

Tren Harga Karet Januari - April 2017

Bulan April sudah berlalu. Empat bulan pertama tahun 2017 tak terasa sudah dijalani. Terasa demikian cepat. Selama 4 bulan tersebut banyak kejadian mewarnai dunia perkaretan maupun faktor yang terkait dengannya. Dalam hal harga karet, seperti biasa fluktuasi harga terjadi, naik turun, mendebarkan, membuat semua pelaku agroindustri karet tetap waspada.

Pada periode kwartal pertama 2017, harga karet berkisar antara 151.7 - 231.6 US cent per kg. Harga tertinggi dicapai pada pertengahan bulan Februari, sedangkan harga terendah terjadi pertengahan April. Tren harga karet yang mulai naik sejak akhir tahun 2016, tampaknya telah melalui fase puncaknya. Paling tidak itu terlihat dari grafik harga karet dari Januari - April 2017. Tren harga karet cenderung naik selama Januari sampai pertengahan Februari, dan setelah itu secara perlahan harga mulai turun. 

harga karet januari april 17

Melihat tren harga karet tersebut, tampaknya para petani dan pekebun karet akan lebih banyak berada dalam kondisi yang was-was. Harga di atas 2 dollar yang baru dinikmati sekitar 2 bulan, tampaknya juga belum cukup untuk pulih dari sulitnya kondisi harga selama 4 tahunan. Rencana perbaikan produktivitas kebun karet yang baru dimulai lagi, akan menghadapi tantangan yang cukup terjal jika tren harga masih seperti ini. Harga yang sebenarnya cukup wajar yang diharapkan petani, yaitu diatas Rp 10,000,-, agaknya masih perlu banyak usaha dan doa. Kendati begitu, optimisme dan keyakinan harus tetap dipertahankan dengan rasional. Rasa syukur juga tetap tak dilupakan, karena kondisi sekarang masih lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Grafik harga karet selama 4 bulan pertama tahun 2017 tersebut seolah merupakan suatu indikasi bahwa gelombang kenaikan harga karet yang dimulai sekitar November 2016 sudah mulai mereda. Beberapa faktor yang saat itu mendorong kenaikan harga tampaknya mulai berkurang. Spekulasi para pengusaha di Tiongkok, insentif harga mobil, dan bencana banjir di Thailand sudah berkurang efeknya terhadap kenaikan harga karet. Penjualan cadangan karet di Thailand justru mendorong suplai karet yang meningkat di pasar sehingga membuat harga karet terkoreksi. Kondisi trek atau turunnya produksi kebun karet karena musim gugur daun, tidak cukup kuat mengerem tren turunnya harga. Tampaknya diperlukan pemicu baru agar harga karet kembali terdongkrak naik.

Ada prediksi yang menyatakan bahwa harga karet akan naik kembali pada pertengahan tahun 2017 (semoga prediksi harga karet tersebut tepat adanya). Namun kalau dilihat dari tren selama 3 bulan terakhir, prediksi kenaikan harga karet tersebut tampaknya menjadi 50-50. Satu sisi tren harga turun bahkan di saat musim trek sekarang ini. Sisi lain, faktor eksternal tak terduga masih menjadi harapan (diantaranya harga minyak). Secara logika sederhana, harga yang turun saat musim gugur daun harusnya akan lebih menjadi patokan untuk prediksi harga karet beberapa bulan ke depan. Bahwa harga karet paling tidak akan stagnan, atau bahkan akan turun saat daun sudah kembali pulih di bulan Mei. Hal itu masuk akal berdasar konsep suplai-demand. Hanya faktor eksternal yang kuat yang akan mampu kembali mendorong kenaikan harga karet. Apakah faktor itu? Adakah faktor itu...? Tanda tanya. Tampaknya begitulah nasib kalau hanya mengandalkan faktor dari luar. Menunggu di tengah ketidakpastian. Sementara hidup harus terus berjalan... Harus ada tekad perubahan!!!

Dalam kondisi begini, akan kembali terpikir bagaimana kabar faktor internal. Faktor yang harusnya bisa kita kendalikan. Konsumsi karet alam di dalam negeri. Bisakah karet itu kita pakai sendiri? Kalau pun tidak semua, ya sebagian besar. Ekspor memang perlu, tapi kalau hanya bahan mentah? Dari data statistik, katanya sekitar 85% karet Indonesia di ekspor. Sebagian besar dalam bentuk mentah, raw material, setengah jadi, atau apalah namanya. Yang jelas nilai tambahnya belum banyak. Ada 15% yang kita pake sendiri, sebagian buat ban. Bisakah ini ditingkatkan? Bisakah ada produk olahan karet, produk turunan karet, produk-produk yang dibuat dari karet, selain ban. Program karet-isasi perlu dipercepat dan ditingkatkan. Bukan perluasan kebun karet. Kebun yang ada saja sudah cukup. Kalaupun perbaikan, mungkin peningkatan produktivitas kebun, dan bukan perluasan kebun. Bahkan kalau perlu malah dikurangi. Yang sangat urgen adalah itu tadi, karetisasi. Meningkatkan produk2 dari bahan karet alam. Hilirisasi. Sekali lagi karet alam, bukan yang sintetis. Industri karet perlu diperbanyak. Tapi bukan pabrik karet yang hanya mengolah getah. Kalau itu juga sudah terlalu banyak. Kayaknya perlu belajar dari negeri tetangga, Malaysia. Keterbatasan lahan membuat mereka terpaksa dan dipaksa untuk lebih maju di industri pengolahan karet menjadi barang-barang keperluan. Kebun tetap perlu, tapi ada batasannya. Ya semoga Indonesia belum terlalu ketinggalan.

Demikian. Sekedar catatan dan renungan antah berantah. Paling tidak untuk diri sendiri.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon